KILAS BALIK - Dalam Rangka Hari Aksara 2019
Selamat Hari Aksara Internasional!
"Ini bukan tentang seberapa tumpuk buku yang saya punya, atau seberapa banyak huruf dan kata yang sudah saya baca, dan ini bukan tentang seberapa sering saya menuangkan tulisan baik di buku maupun sebuah media."
Beberapa judul buku yang penulis baca baru-baru ini, dan menjadi titik awal mengoleksi buku.
(Sumber: Dokumen Pribadi)
Hari ini, 8 September 2019 bertepatan dengan Hari Aksara Internasional. Namun, ada juga yang menyebutnya Hari Literasi Internasional. Sebenarnya apa makna dari aksara dan literasi itu sendiri? Mengapa keduanya saling di padu padankan mengingat secara harfiah saja memiliki makna yang berbeda? Jika menilik sedikit di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Aksara memiliki arti huruf (sederhananya) dan secara kompleks diartikan sebagai; sistem tanda grafis yang digunakan manusia untuk berkomunikasi dan sedikit banyaknya mewakili ujaran. Adapun literasi secara sederhana diartikan sebagai kemampuan menulis dan membaca.
Memang antara keduanya secara bahasa tidak sama, namun saling berkesinambungan. Aksara misalnya, berhubungan erat dengan menulis sebagai salah satu elemen dari literasi. Kita menulis dengan berbekal huruf untuk dipadukan menjadi kata, membentuk frasa, kemudian melebur dalam suatu kalimat. Sama halnya dengan membaca, tanpa tulisan yang berasal dari kalimat, yang terdiri dari kata di mana kata berasal dari huruf, seseorang tidak akan dapat membaca secara jelas. Misal dengan konsep hilangnya satu huruf, kata yang dibaca mungkin sudah tidak enak didengar atau malah menjurus pada typo. Jadi antara keduanya (aksara dan literasi) semacam rantai yang memiliki keterikatan satu sama lain.
Mengenai makna literasi sendiri, memang sering diartikan sebagai kegiatan membaca dan menulis. Membaca tidak hanya sekadar melihat kata kemudian dibaca dan memancing saraf otak untuk berpikir. Jika seperti itu, chatting dan membuat caption di media sosial pun termasuk ke dalam literasi. Dan konsep menulis pun tidak sesederhana ketika menggoreskan pena atau pensil pada media tulis (kertas). Jika seperti itu, mencatat materi mata kuliah saat dosen menerangkan juga termasuk ke dalam literasi.
Saya sebenarnya adalah orang yang awam literasi. Bahkan jika saya konsepkan secara sederhana, literasi hanya sebatas membaca. Namun ketika dilihat dari sisi yang lebih kompleks, literasi lebih dari sekadar itu. Kendati begitu, saya juga bukan orang yang mengoleksi berbagai judul buku untuk dibaca. Saya suka membaca masih baru - baru ini. Ralat, bukan suka, tapi memang dituntut untuk suka. Kemudian pengembangan membaca itu saya aplikasikan sedikit pada ilmu menulis, terutama puisi. Saya masih ingat, mulai menulis puisi setelah saya mendapat pencerahan dari seseorang saat menjalani masa Praktik Kerja Industri di salah satu perusahaan Mono Natrium Glutamat (MNG). Lalu saya niatkan menulis puisi setiap satu bulan sekali, kadang juga kurang niat bisa sampai dua hingga tiga bulan sekali (tergantung mood hehe).
Sampai akhirnya terbersit untuk menuangkan ide - ide ke dalam bentuk digital, yaitu di laman blogspot pada Februari 2016. Awalnya hanya berniat untuk mempublikasikan puisi - puisi saya agar bisa dikonsumsi banyak orang. Kemudian merambah ke dunia artikel terutama tentang sebuah perjalanan dengan olah bahasa yang masih sangat amburadul. Miris, memang. Iya kemampuan Bahasa Indonesia saya masih terbilang pas di rata - rata. Olah diksi saja dalam puisi kadang harus berpikir lebih dari dua kali untuk bisa dijadikan puisi. Memang begitu, awalnya. Kemudian terbiasa setelahnya. Saya selalu menggunakan prinsip spontanitas, apa yang saya pikirkan itu yang saya tuangkan ke dalam tulisan. Seperti yang kalian baca ini, hasil spontanitas dikebut dalam beberapa jam, hehe.
Buku antologi puisi di mana salah satu karya penulis ada di dalamnya.
(Sumber: Dokumen Pribadi)
Kilas balik, seiring berjalannya waktu, artikel yang saya terbitkan di blog semakin beragam. Entah mengenai perjalanan ke suatu tempat, tentang sepak bola, atau sekadar puisi. Saya juga iseng - iseng ikut lomba puisi secara daring, pengalaman pertama masih kaku. Ketika pengumuman, hanya dinyatakan lolos sebagai peserta (bilang aja nggak menang wkwk). Mulai dari kejadian itu, kemudian saya vakum lomba menulis puisi selama kurang lebih satu tahun, menulis pun jarang. Mungkin memang sibuk dengan dunia lain (?) sehingga dunia yang sempat menjadi hobi sedikit terabaikan. Namun bukan benar-benar vakum, menulis di blog masih lumayan, tapi untuk memulai ikut lomba lagi rasanya masih sulit.
Satu tahun kemudian, entah mendapat pencerahan dari mana saya mencoba ikut lomba lagi, di bidang yang sama yakni Puisi. Awalnya sempat ragu dan pesimis. Kemudian saya kirim naskah puisi melalui email panitia lomba (yang kebetulan dari salah satu penerbit pemula). Beberapa minggu setelahnya saya melihat pengumuman dan betapa syok-nya ketika nama pena saya bertengger di urutan pertama. Sebenarnya naskah puisi yang saya kirim adalah hasil hibah dari lomba sebelumnya yang belum sempat saya ikuti, karena tema yang belum sesuai hati saya. Iya, temanya tentang cinta. Namun puisi tersebut berhasil dibukukan bersama karya penulis lainnya.
Sampai saat ini pun selalu muncul pertanyaan,
"Bagaimana membuat naskah atau karya yang baik?"
"Bagaimana menjadi seseorang yang bisa produktif?"
Atau
"Bagaimana agar karya kita menjadi juara saat dilombakan?"
Ketika mereka bertanya demikian kepada saya, benar saja pasti saya akan bingung untuk menjawab. Menurut saya inti dari sebuah karya adalah tentang "spontanitas" juga pengalaman serta kemauan. Pengalaman di sini bukan tentang seseorang yang mahir dalam bidangnya, namun lebih kepada 'pernah ikut, dan jika gagal, mau mencoba lagi'. Tentang kemauan, memang tolok ukurnya tergantung dari masing-masing individu. Jika ia mau berusaha, seberapa tidak mampunya dia akan jadi mampu untuk maju. Karena ketidakmampuan itu akan dikalahkan dengan kemauan dan keberanian. Jangan pernah takut untuk mencoba, apa pun itu berkarya saja. Sebagaimana mengutip kata-kata dari Ir. Soekarno, "Apabila dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun".
Semangat Literasi! Semangat Berkarya!
Salam Hangat,
(-MLU-)
Komentar
Posting Komentar