CATATAN - Pilihan, Keputusan; Resign.

 

(Sumber: Dokumen Penulis)

Believe that every choice we make is the beginning of change, not the end.” Begitu kutipan kalimat yang dilontarkan Kim Nam-joon a.k.a RM leader BTS pada saat mereka diundang untuk speech di United Nation General Assembly (UNGA) pada 20 September 2021 lalu.

Kalimat tersebut saat itu seakan menjadi pemantik, bagi saya khususnya untuk mengambil langkah-langkah penting dalam kehidupan saya ke depannya. Sejak saat saya mendengar langsung bagaimana Nam-joon mengucapkan kalimat tersebut, di minggu-minggu berikutnya saya mulai ‘uring-uringan’. Banyak berpikir akan masa depan dan mencoba memberanikan diri untuk mengambil langkah tepat, untuk kehidupan saya ke depannya, dan tentu saja sesuai dengan kata hati dan idealisme saya.

Dari saat saya kecil, saya selalu dihadapkan pada pilihan yang membuat banyak menyita waktu dalam berpikir dan menimang. Saya bukan seorang pengambil keputusan yang baik, bahkan terkesan lamban. Saat saya hendak lulus Sekolah Menengah Pertama, contohnya. Saat itu saya membutuhkan waktu berhari-hari untuk mengambil keputusan apakah saya akan melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) atau ke Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Pasalnya saat itu saya ingin sekali melanjutkan ke SMA, namun orang tua lebih menyetujui untuk melanjutkan ke SMK. Dengan langkah berat namun pasti, akhirnya saya memilih untuk melanjutkan ke SMK. Keputusan untuk memilih tidak berhenti di situ, bahkan saat saya sudah memutuskan untuk masuk SMK, saya malah dihadapkan pada pilihan Jurusan yang akan saya ambil. Antara Kimia Industri atau Akuntansi. Dengan beberapa pertimbangan yang menurut saya konyol kala itu, akhirnya saya memutuskan untuk memilih jurusan Kimia Industri.

Saat saya lulus SMK pun saya diharuskan untuk memilih (lagi). Saat itu saya ingin sekali berkuliah, namun di satu sisi keadaan biaya tidak mendukung untuk saya melanjutkan kuliah. Saya saat itu bertekad, jika tidak mendapat beasiswa saya tidak akan berkuliah dan memilih bekerja. Saya tes di sana sini untuk bertekad kuliah, melengkapi setiap sarat pendaftaran agar dapat diterima dengan beasiswa. Namun kala itu dapat dibilang menjadi salah satu titik terendah dalam fase kehidupan saya. Berhari-hari saya banyak berpikir bagaimana kehidupan saya ke depannya karena tak kunjung diterima kuliah dengan beasiswa. Saya juga sempat mengalami frustasi ringan, karena tekanan dari beberapa pihak dan sibuk bertikai dengan pikiran saya sendiri.

Namun, dengan segala skenario yang Allah tulis seakan menjadi mantra pada takdir, saya akhirnya dapat berkuliah tentunya dengan beasiswa secara penuh hingga lulus. Padahal waktu itu saya sudah hopeless sangat sedikit peluang saya untuk berkuliah. Namun kalimat “Kun Fayakun”-Nya Allah memang nyata, dan saya merasakan saat itu. Padahal saya sudah berada di salah satu kampus di Surabaya untuk menjalani tes akhir (sebelum saya memutuskan untuk bekerja saja). Namun Allah memberikan petunjuk jika saya lebih layak untuk berkuliah dahulu di Malang. Dan itu sesuai dengan keputusan akan pilihan yang saya ambil dengan berbagai pertimbangan. Kemudian jika saya berkaca kembali pada pilihan sebelumnya, memang sebenarnya orang tua khususnya ibu saya lebih setuju jika saya berkuliah di Malang. Dan hati saya mengatakan untuk berkuliah di Malang saja. Dan benar, saya lebih menemukan jati diri, serta menjalani masa muda selayaknya pemuda pada umumnya di tempat tersebut. Bisa dibilang, Malang is the best choice I made in my life. Malang is a city that gave me freedom for my youth.


Setiap langkah kecil, pasti memiliki perubahan yang besar pada waktunya. (Sumber: Dokumen Penulis)

Saat lulus kuliah, saya juga dihadapkan pada Quater Life Crisis kalau kata orang-orang yang usianya menginjak 20+ Tahun. Dan benar saya sedikit frustasi karena tidak kunjung mendapatkan pekerjaan sesuai dengan kemampuan dan minat saya. Hingga pada akhirnya ada satu perusahaan yang menerima saya namun tidak pada posisi yang sesuai dengan jurusan saya saat berkuliah. Kembali, saya dihadapkan pada pilihan yang menjadi penentu untuk masa depan saya. Saya lulusan Teknik Kimia, ditawari posisi Staf Admin Tagihan. Yang mana jika melihat jobdesc-nya, posisi tersebut lebih tepat untuk diberikan pada para lulusan Ekonomi dan Akuntansi, bukan? Namun memang benar kata-kata, “Jangan menyukai sesuatu secara berlebihan, dan jangan membenci sesuatu secara berlebihan.” Dulu saya sangat membenci ilmu Ekonomi dan Akuntansi, namun Allah memberikan saya pekerjaan di bidang yang saya kurang sukai. Dan tentu saja, saya harus beradaptasi (lagi). Saat saya memilih pilihan tersebut saya berpikir, “Tak apa untuk dicoba dulu. Toh, saya pasti bisa.” Dan tentu saja, saya bisa. Namun saya harus keluar jauh dari zona nyaman saya.

Di mana saya yang awalnya begitu mencintai ilmu Kimia, terbiasa berkutat dengan segala peralatan di laboratorium dipaksa untuk mencintai ilmu Ekonomi dan Akuntansi yang mana banyak mengerjakan laporan di depan komputer. Jujur, awal-awal saya mengeluh pada diri sendiri akan pilihan tersebut. Di tiga bulan pertama, saya banyak mengeluh kembali pada keputusan saya, setiap hari, berulang dan selalu seperti itu. Saya berpikir, apakah keputusan yang saya ambil salah? Namun, life goes on kata BTS. Saya percaya bahwa tempat tersebut menjadi pilihan terbaik dari Allah. Mungkin sisi positifnya, Allah memberikan saya ilmu yang tidak pernah saya dapat saat berkuliah. Namun di sisi lain, saya masih memberatkan bidang yang saya sukai, Kimia.


Kutipan kalimat Kim Nam-joon BTS pada saat speech di UNGA tahun 2021. (Sumber: Twitter @UN_News)

Selama hampir sepuluh bulan bekerja, saya tetap tidak menemukan irama yang sesuai dengan karakter dan hati saya. Sebut saja saya terlalu takut untuk keluar jauh dari zona nyaman saya, dan memilih untuk kembali. Dan benar saja, tepat tiga bulan setelah speech BTS di UNGA tersebut saya memilih untuk membuat surat resign bekerja, dan mengajukannya satu bulan sebelum habis masa kontrak kerja. Saya lebih memilih mengikuti kata hati saya, lebih memilih idealisme saya. Sebut saya masih terlalu naif, dan kurang realistis. Saya tahu, mencari pekerjaan tidak mudah. Bahkan banyak di luaran sana yang menginginkan untuk berada di posisi saya. Namun, keputusan tersebut bukan saya ambil semata dalam satu dua hari berpikir, namun berbulan-bulan. Saya tidak dapat bekerja dengan habit dan bidang pekerjaan yang tidak sesuai hati saya. Karena saya merasa, selama saya bekerja di posisi tersebut saya bekerja hanya sesuai tuntutan bukan kesukaan. Sayangkan keputusan saya yang terlalu banyak bertele-tele. Mungkin banyak orang berpikir, kenapa tidak dari awal bekerja saja jika tidak nyaman memilih resign. Bukan cara resign seperti itu yang saya maksud. Saya bukan tipe orang yang tidak menyelesaikan apa yang saya mulai. Dari awal, sejak saat saya sudah memutuskan untuk bertanda-tangan kontrak di atas materai selama satu tahun, saya bersedia menyelesaikan itu semua. Karena itu merupakan salah satu keputusan besar yang saya ambil di kehidupan saya.

Namun ketika saya memutuskan untuk resign, dengan segala pertimbangan yang matang saya tetap memilih resign. Benar-benar resign dengan segala alasan pribadi yang tidak dapat saya sebutkan secara mendetail di sini. Saya juga berencana akan mengambil jenjang pendidikan kembali. Saya memutuskan untuk kembali mengambil hal-hal yang saya sukai. Benar kata Nam-joon dan BTS, setiap pilihan yang diambil bukanlah akhir dari segalanya melainkan merupakan awal sebuah perubahan. Kalimat-kalimat tersebut yang selalu saya pegang untuk tetap pada idealisme saya di kehidupan selanjutnya. Dengan sisi idealisme saya, dengan kata hati saya, saya yakin mampu untuk melihat perubahan yang dimaksud Nam-joon dalam kalimat tersebut. Dan benar saja, hari ini saya baru selesai menandatangani kontrak kerja kembali dengan perusahaan yang sesuai dengan bidang yang saya sukai. Sesuai dengan segala pilihan di mana saya menaruh mimpi. Allah menempatkan saya di posisi tersebut bukan karena tak beralasan, namun insya-Allah sesuai dengan apa yang saya panjatkan selama ini. Saya yakin, ke depan akan lebih banyak pilihan besar yang harus saya ambil. Namun, saya berharap keputusan ini akan menjadi langkah tepat untuk perubahan saya ke depannya.

Memang benar kalimat, “Hidup itu pilihan.” Setiap orang dituntut untuk memilih jalan hidupnya masing-masing. Baik itu pilihan baik maupun buruk, semua tidak terlepas dari apa yang sudah ditakdirkan. Pilihan hanya menjadi perantara Sang Pencipta untuk manusia agar bisa mengambil keputusan yang tepat dan tentu saja sudah sesuai pada garis-Nya. Jangan takut untuk mengambil keputusan, cukup ikuti kata hati, ikuti apa yang dirasa benar dan sesuai keyakinan. Karena di setiap keputusan besar, pasti ada dampak yang besar ke depannya. Semangat berproses🌷


(-MLU-) 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CATATAN - Keresahan yang Semua Orang Pernah. [Usia 25 nih, Bos!]

PUISI - Puisi Milenial (Zaman Sudah Berubah)

PERJALANAN - Ceritaku dan Waduk Klampis Sampang, Madura, Jawa Timur