CATATAN - Keresahan yang Semua Orang Pernah. [Usia 25 nih, Bos!]

Coba bagi nomor teleponnya, kali aja nanti bisa aku jodohin sama …

Loh kok?! Loh kok jadi gini?! Beberapa hari lalu saya kembali mendapat kalimat seperti di atas. Saya menyadari, bahwa di usia segini banyak kalimat sejenis yang terlontar, saya pun tak paham, ini sudah menjadi tradisi, atau memang hanya embel-embel memupuk keakraban(?)

Fotonya memang ga nyambung, tapi ya sudah, ini dokumen pribadi, wkwk.

Bahkan di usia yang belum genap 25 tahun, acap saya dilempar pertanyaan, sudah ada pasangan belum?! Duh, kan jadi bingung ya ngejawabnya. Mau jawab belum, takut mengarah ke hal-hal yang ujungnya itu-itu juga. Mau jawab sudah, tapi Allah belum ngasih yang benar-benar klik, gitu ya, wkwk.

Sebenarnya pertanyaan ini santer dilontarkan tidak di usia segini saja. Bahkan saat saya masih remaja pun, sering dan banyak sekali dilontarkan kalimat seperti ini. Apalagi waktu hari-hari besar macam Hari Raya Idul Fitri, atau bahkan saat kumpul keluarga besar. Gumoh?! Tentu saja! Siapa yang tidak gumoh dengan pertanyaan yang diulang-ulang setiap kali pertemuan? Macam tidak ada topik lain saja. Sesekali gitu ada yang tanya, “Mau umroh gak? Sini aku yang bayarin.” Nah kalau ini ga usah ditanya saya sudah pasti mau, asal syaratnya ga neko-neko, bercHanDyYAaH, ya heheh.

Memang, kita sedang hidup di lingkungan di mana, ketika yang satu sudah mencapai titik itu maka semua harus disamaratakan untuk bisa sampai di sana. Padahal, tidak semua lintas perjalanan itu lurus, dan tidak semua bisa cepat sampai. Bisa jadi jalanannya masih ada lubang besar, kerikil kecil, jalan berkelok bahkan masih ingin berhenti di tempat. Saya dulu sebelum memasuki usia ini, pernah mendapat wejangan dari orang-orang yang mencapai usia ini, katanya kita bakal lebih resah, karena di sekitar kita sudah banyak yang mencapai di titik bernama ‘menikah’. Mau tidak mau, kita akan ke-trigger, meskipun tidak semua. Saya berpikir, emang iya? Kayaknya gak sebegitunya. Tapi saat mau memasuki usia ini saya agak ke-trigger juga akhirnya, sial.

Bahkan banyak juga yang kalau bertemu kenalan di jalan entah bapak-bapak, ibu-ibu, melontarkan kalimat “ini otw jadi menantu saya, ya”, “wah ini calon yang pas buat anaknya Bapak ___”, “Misal anakku belum menikah, pasti tak jodohkan sama kamu, nduk”, “Atau mau ku kenalkan sama keponakanku, enak dia kerjanya sudah mapan”. MasyaAllah pokoknya kalau bertemu orang-orang model begini, cukup saya lempar senyum tapi creepy juga.

Jadi sebenarnya, dari sudut pandang saya yang menganggap diri masih (tetap) bocil. Di usia segini, bukannya tidak mau sampai ke titik itu. Hampir semua orang akan bermimpi bisa sampai entah di usia berapa saja. Di satu sisi, memang sudah banyak yang sampai ke titik itu, bahkan sudah veteran. Namun di sisi lain, masih banyak juga yang belum bisa sampai karena satu atau dua hal. Kembali lagi pada, “hidup ini pilihan”. Belum tentu yang menurut orang lain baik, tapi yang kita lihat belum tentu yang terbaik. Karena perihal pilihan, setiap orang berhak untuk berbeda. Banyak dari mereka yang memilih sendiri dulu, untuk memulai berjalan menata diri, menyelesaikan trauma, bahkan sedang berperang dengan keadaan. Namun, banyak juga dari mereka yang memilih berani untuk ke jenjang itu, karena sudah mantap, merasa mapan, dan siap. Karena kembali lagi, hidup adalah pilihan masing-masing manusia.

Bahkan yang sendiri, tidak berhak untuk menilai buruk setiap dari mereka yang sudah sampai ke jenjang itu. Begitu pun sebaliknya, yang sudah berani, tidak berhak men-judge atau menganggap remeh dengan pilihan mereka yang ingin sendiri dulu. Kadang usia juga dikait-kaitkan dengan ke-tidak-produktif-an seseorang. Padahal, kita tidak tahu, selama usia yang mereka capai, apa yang sudah mereka lalui. Sekali lagi, memilih sendiri dulu bukan berarti tidak mau, bukan berarti juga tidak laku. Karena jalan hidup masing-masing manusia juga berbeda. Semua harus saling memberi toleransi dan pengertian untuk setiap pilihan seseorang. Karena kehidupan yang mereka jalani bukan hidup kita, begitu pun sebaliknya.

Banyak juga yang menganggap, jika seseorang tidak sampai-sampai pada titik itu, katanya mereka terlalu pemilih. Bukannya lebih pemilih, lebih kepada tepat nggak, sih? Atau sekadar cap cip cup kembang kuncup. Begitulah pembelaan dari mereka yang kurang berani untuk sampai ke titik itu. Dan yang sudah sampai, acap memberikan trigger negatif, bahkan hingga membuat mental seseorang down. Ini tidak semua, tapi banyak. Salah satu yang paling sarkas saya ambil contoh kalimat, “Kenapa gak nikah-nikah? Nungguin apa? Keburu mati loh”. MasyAllah, memang manusia berhak kah, untuk mengukur usia seseorang? Bahkan sampai secara tidak langsung mendoakan yang tidak baik. Jangan jadi jahat karena pilihan seseorang tidak sejalan dengan pemikiran kita, plis. Tidak semua orang mampu, dan tidak semua orang berani. Bahkan sadar atau tidak, sekitar kita juga sangat berpengaruh pada pilihan dan keputusan akhir di hidup kita.

Jadi mulai sekarang, kalau tidak bisa berhenti, setidaknya mengurangi untuk ikut campur dengan kehidupan seseorang. Setiap orang punya pilihannya. Setiap orang berhak memilih jalan hidupnya. Berhenti memberi stigma untuk hal-hal yang belum tentu baik menurut kamu, begitu pun sebaliknya. Mari mulai ubah cara pandang untuk lebih luas memberikan pendapat dan nasihat. Tidak semua orang juga bisa menerima setiap pendapat yang kita lontarkan. Tidak semua orang kuat untuk bisa tetap berdiri di atas keputusannya. Karena kembali lagi, setiap pilihan, masing-masing manusia berbeda. Setiap hambatan, setiap perjalanan masing-masing manusia tidak sama. Belajar muhasabah, dan tetap chill. Hidup-hidup mereka, kenapa malah kamu yang repot, wkwk. Lebih bodoamat aja, ya! ♡



(-MLU-)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PUISI - Puisi Milenial (Zaman Sudah Berubah)

PERJALANAN - Ceritaku dan Waduk Klampis Sampang, Madura, Jawa Timur